Di luar sana, ada beberapa beberapa perusahaan rintisan (start up) yang bekerja untuk mengotomatiskan proses fertilisasi in vitro (IVF), atau lebih dikenal sebagai bayi tabung. Salah satunya adalah Overture Life, yang telah mengembangkan robot penyuntik sperma yang diklaim sebagai langkah awal menuju otomatisasi IVF. Hal ini berpotensi membuat prosedur IVF menjadi lebih murah dan jauh lebih umum daripada sekarang ini.
Salah satu insinyur menggunakan pengontrol Sony PlayStation 5 untuk memposisikan jarum robotik, yang mengarahkan sel telur manusia melalui kamera dan kemudian bergerak maju dengan sendirinya, menembus sel telur dan melepaskan satu sel sperma. Robot itu digunakan untuk membuahi lebih dari selusin telur, menghasilkan embrio yang sehat dan dua bayi perempuan, yang menurut para peneliti adalah orang pertama yang lahir setelah pembuahan oleh “robot”.
Startup lain, seperti AutoIVF, IVF 2.0, Conceivable Life Sciences, dan Fertilis, memiliki tujuan serupa untuk mengotomatisasi IVF dan membuatnya lebih mudah diakses oleh pasien yang tidak mampu membayar biaya perawatan IVF yang tinggi. Overture sendiri telah berhasil mengumpulkan sekitar $37 juta dari investor, termasuk Khosla Ventures dan Susan Wojcicki, mantan CEO YouTube.
Tujuan otomatisasi IVF adalah untuk menghasilkan lebih banyak bayi — sekitar 500.000 anak dilahirkan melalui IVF secara global setiap tahun. Tapi, kebanyakan orang yang membutuhkan bantuan memiliki anak tidak memiliki akses ke obat kesuburan atau tidak mampu membayarnya. Meski begitu, mengotomatiskan IVF sepenuhnya tidak akan mudah, karena prosesnya melibatkan selusin prosedur – dan robot Overture ini hanya melakukan sebagian. Dokter lain masih skeptis bahwa robot dapat, atau harus, menggantikan ahli embriologi dalam waktu dekat, karena manusia jauh lebih baik daripada mesin yang menangani sperma dan sel telur dengan hati-hati.
Bacaan lebih lanjut
MIT Technology Review
Leave a Reply