Melayang-layang di udara di wilayah luar angkasa terdengar seperti pengalaman menarik dan menyenangkan. Karena gravitasi kosong, bobot berat kita berkurang drastis sehingga memungkinkan kita melayang-layang di udara.
Tapi, tahukah Anda jika pengaruh gravitasi terhadap bobot tersebut memiliki efek samping yang berbahaya. Tinggal dan bekerja dalam di dalam lingkungan tanpa gravitasi menyebabkan otot sangat sedikit mengalami kontraksi ketika melakukan suatu gerakan.
Tanpa menggunakan otot secara teratur, organ kita akan melemah dan kehilangan massa. Perlu diketahui bahwa seorang astronot mengalami kehilangan massa otot hingga 20 persen pada perjalanan luar angkasa yang berlangsung selama lima sampai 11 hari. Sekarang bayangkan, bagaimana jika ia harus menghabiskan waktu selama enam bulan di luar angkasa.
National Aeronautics and Space Administration (NASA), lembaga luar angkasa Amerika, sedang mengerjakan solusi mengenai permasalahan ini. Mereka sedang membuat obat yang berfungsi mengurangi kerusakan otot bagi para astronot. Empat puluh tikus sudah diuji coba dengan cara ditanamkan ke badannya sebuah chip yang secara otomatis akan menyuntikkan (nano channel) obat ke dalam badan.
Tikus tersebut dikirim ke luar angkasa pada Desember lalu dengan pesawat ruang angkasa Dragon. Misi Rodent Research-6 (RR-6) menyuntikkan tikus percobaan dengan formoterol (FMT) – terutama digunakan dalam pengelolaan asma dan COPD (penyakit paru obstruktif kronik). Separuh dari tikus dibiarkan bertahan hidup di stasiun luar angkasa selama 30 hari, separuh lainnya diuji selama 60 hari.
Setelah sampai di bumi, tikus tersebut dilakukan euthanasia (oke, ini berarti dibunuh) dan dibedah. Kemudian, sampel jaringan diambil untuk penelitian lebih lanjut oleh para ilmuwan. Tikus secara genetis sangat mirip dengan manusia, percobaan yang berhasil pada tikus dapat menghasilkan informasi penting untuk terapi yang dapat diterapkan bagi manusia.
Sumber:
https://www.nasa.gov/mission_pages/station/research/experiments/2465.html