Sudah menjadi kewajiban bagi tiap perusahaan teknologi besar untuk menjamin privasi dan berbagai data aktivitas para pelanggannya.
Hal ini tentunya untuk menjamin kenyamanan penggunanya ketika beraktivitas dengan berbagai perangkat teknologi yang mereka miliki.
Sebagai contoh, Apple dan Google terus memperbarui proteksi enkripsi software mereka untuk melindungi data para pelanggan dari para pengakses yang tidak diinginkan. Sebenarnya siapa yang paling gusar dengan skema kebijakan ini? Tentu saja pihak aparat keamanan.
Di Indonesia, mungkin tidak banyak para pengguna yang begitu peduli akan persoalan privasi ini. Menurutnya, data mereka hanya sekedar data belanja online atau transaksi umum yang biasa dilakukan. Pihak yang berwenang di Indonesia pun sepertinya belum begitu mengeksplorasi wilayah ini. Belum ada divisi siber yang serius untuk menangani persoalan teknologi informasi dan komunikasi.
Anda Mungkin Tertarik:
Militer Inggris Buang Syarat Kecakapan Fisik untuk Perektrutan Tentara Divisi Siber
Lain halnya di Amerika. Proteksi enkripsi tersebut jelas menghalangi mereka dalam memantau aktivitas warganya. Terlihat sangat paranoid bukan? Sepertinya ya, karena baru-baru ini lembaga intel CIA kedapatan sedang membongkar proteksi milik Apple dalam iPhone dan iPad selama setahun belakangan. Enkripsi yang dibongkar juga mencakup prosesor mobile Apple dan Xcode, alat yang digunakan untuk membuat aplikasi iOS.
Hal ini sebagaimana ditulis dalam laporan The Intercept, bahwa CIA dapat memasukkan baris kode berbahaya yang nantinya dapat digunakan untuk memantau data aktivitas para penggunanya (backdoor) dan bahkan menanam perekam input data (keylogger) ketika beraktivitas dengan iPad dan iPhone.
Sumber:
https://firstlook.org/theintercept/2015/03/10/ispy-cia-campaign-steal-apples-secrets/