Beberapa produsen laptop biasanya sudah langsung menyediakan sistem operasi (OS) yang sudah langsung dipasang (pre-installed) pada perangkat yang mereka buat ketika disalurkan kepada agen retailer.
Anda sebagai pengguna akhir tidak perlu menginstall sendiri OS di laptop Anda, karena Anda dipaksa menggunakan OS yang sudah ditawarkan tersebut. Strategi ini kerap dilakukan oleh Microsoft dengan jargon Vista Ready atau Windows 8 ready, dan sebagainya (yang terkini Windows 10).
Di sini kita melihat bahwa Microsoft menjalin kerjasama (MoU) dengan beberapa produsen laptop agar mau menyematkan OS mereka (Windows) pada perangkat yang mereka buat.
Produsen laptop/PC di satu sisi merasa diuntungkan karena pembeli akan tertarik mencari laptop yang sudah terisi OS, sementara Microsoft sendiri juga mengalami keuntungan karena secara tidak langsung dibantu promosinya dan dibantu penjualan OS mereka dengan mekanisme preinstalled tersebut.
Terdengar seperti simbiosis mutualisme, tapi ada beberapa pihak yang tentunya dirugikan dengan teknik tersebut. Bagaimana jika Anda sebagai pengguna Linux tidak menginginkan OS preinstalled jelek yang biasanya masih menggunakan edisi starter (fitur terbatas)? Atau Anda seorang hacker Mac yang menginginkan laptop yang Anda beli menjadi mesin hackintosh (hardware dari vendor lain dengan OS iOS)?
Jika Anda melihat dengan persepsi jangka panjang, langkah Microsoft dengan MoU ini terbilang monopoli yang mengerikan. Orang hanya melihat bahwa Microsoft Windows merupakan satu-satunya OS yang ada untuk hardware PC/Laptop. Padahal, OS tersebut komersil dan tergolong mahal untuk rata-rata masyarakat Indonesia. Terlebih lagi, maraknya OS Windows Bajakan membuat kebiasaan membayar lisensi terlihat konyol di Indonesia.
Bayangkan berapa uang yang harus digunakan oleh Kemdikbud untuk membeli lisensi OS dan memberikan bantuan komputer ke sekolah-sekolah dan berbagai instansi pendidikan lainnya? Padahal, ada produk dengan fungsionalitas yang sama dan bahkan gratis tidak dimanfaatkan dengan baik.
Linux digunakan untuk hal yang serius, seperti NASA yang memanfaatkannya untuk proyek pesawat dan wahana luar angkasa, berbagai pesawat Air Bus maskapai penerbangan Eropa, bahkan gadget Android (kernel Linux) di saku celana Anda.
Celakanya lagi, MoU Microsoft dengan produsen hardware tersebut diikat dengan regulasi-regulasi tertentu yang menyengsarakan OS pihak ketiga dan melestarikan budaya monopoli. Baru-baru ini, jika produsen ingin menggunakan jargon “Windows 8 Ready” untuk produk yang mereka jual, mereka harus menerapkan proteksi boot. Proteksi ini menggunakan teknologi UEFI yang membatasi pihak ketiga untuk memasang OS lain pada perangkat yang dijual di pasaran.
Untuk menjawab pertanyaan “perlu atau tidak laptop/PC dengan OS preinstalled?”, memang tidak bisa mudah dijawab. Pengguna awam yang terbiasa dengan OS Windows tentunya senang dengan keadaan seperti ini. Sebaliknya, dibutuhkan follow-up kepada masyarakat agar tahu bahaya monopoli dan dampaknya bagi kehidupan mereka. Vendor dan distributor hardware bisa membuka jasa pemasangan OS Linux dan memberikannya secara gratis sebagai fitur cuma-cuma dan hadiah.
Software tidak menggunakan bahan baku untuk produksi, tapi karena sifat ketergantungannya, orang rela membayar software tersebut dengan harga yang mahal. Tahukan Anda kalau software Autodesk 3Ds Max dijual seharga 43juta, sementara software sejenis dengan fungsi yang tak kalah menarik tersedia secara gratis.
Dengan software Blender, Anda dapat membuat animasi 3D yang tak kalah menarik.