Luar biasa, kurikulum yang digunakan mencerminkan situasi kondisi di negara tersebut. Begitu juga dengan situasi yang terjadi di Estonia baru-baru ini. Mereka telah memasukkan mata pelajaran pemrograman ke tingkat pendidikan anak sekolah dasar (SD). Suatu kondisi yang perlu dicermati jika dibandingkan dengan situasi di negara kita sekarang.
Ini berarti, siswa kelas 6 SD di Estonia sudah mulai menulis kode pemgrograman mereka, sementara kita masih berkutat dengan persoalan ekonomi dan penetrasi budaya negatif dari luar yang menghambat kreativitas untuk maju anak. Contoh yang paling konkret, jika negara-negeri luar sudah memasuki era tablet dan smartphone, di Indonesia belum banyak pemilik PC.
Jika ada yang berkilah bahwa teknologi merupakan fokus dan potensi utama di negara-negara Eropa, kenapa Indonesia tidak fokus dengan gaya pertaniannya yang jelas-jelas merupakan kebiasaan bangsa Indonesia dari zaman dulu? Waktunya mengubah pola pikir bahwa cita-cita menjadi petani merupakan pekerjaan kampung dan hina, sebaliknya mereka adalah suplier pangan yang banyak uang.
Atau jika ingin memaksakan diri dengan komputer, Raspberry Pi sudah beredar di pasaran, sebuah komputer murah dengan harga 35$ (kurang dari Rp350.000,-). Dengan komputer ini, Anda dapat menjalankan Sistem operasi Linux dan Android, atau OS berbasis browser semacam Chrome OS dan Firefox OS. Spesifikasi hardware juga memungkinkan Anda memutar video HD.
Kembali ke topik Negara Estonia tadi, mata kuliah pemrograman yang diajarkan menggunakan program “ProgeTiiger”, sebuah software yang dikembangkan oleh yayasan Estonian Tiger Leap. Awalnya mereka diperkenalkan hal-hal yang sederhana, namun target dari hasil belajar yang diberikan nantinya adalah mampu membuat website dan merancang aplikasi mobile.
Bacaan lebih lanjut:
http://ubuntulife.net/computer-programming-for-all-estonian-schoolchildren/